Kamis, 01 Januari 2015

Ilmu Budaya Dasar BAB 8



Tugas Ilmu Budaya Dasar
Makalah Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

Kata Pengatar 

Rasa Syukur yang dalam penulis sampaikan ke hadirat Allah S.W.T., karena hanya berkat rahmat dan ridhoNya, penyusunan makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang diharapkan .
Dalam makalah yang berjudul " Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
Makalah ini disusun dalam rangka memperdalam pemahaman masalah seputer Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
Dalam proses penyelesaian makalah ini, tentunya penuli mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi, dan saran. untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
Seperti kata pepatah " Tak ada gading yang tak retak ", penulis sangat menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini masih jauh dari kata sempurna karena itu penuls mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. semoga makalah ini mampu memberikan tambahan wawasan bagi pembaca dan nilai bagi para pembaca yang berkeinginan mengetahui hal hal seputar Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
Demikian makalah ini penulis susun. apabila ada kesalahan dalam penulisan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan sebelumnya penulis mengucapkan terima kasih.

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………
BAB I                  : PENDAHULUAN………………………………………………………….
1.1       Latar Belakang………………………………………………………………………….
1.2       Rumusan Masalah………………………………………………………………………
1.3       Maksud dan Tujuan……………………………………………………………………

BAB II         : PERBEDAAN KEPENTINGAN.....................................................
2.1 Pengertian………………………………………………………………….

BAB III            : PRASANGKA, DISKRIMINASI DAN ETHOSENTRIS……………
3.1 Pengertian……………………………………………………………………..

BAB IV           : PERTENTANGAN SOSIAL KETEGANGAN DALAM MASYARAKAT……
4.1 Pengertian……………………………………………………………………..

BAB V           : CONTOH KASUS........................................................................

BAB  VI         : PENUTUP…………………………………………………………………
6.1         Kesimpulan…………………………………………………………………………
6.2         Daftar Pustaka……………………………………………………………………



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebutuhan merupakan suatu awal dari tingkah laku Individu. Individu itu sendiri bertingkah laku karena adanya motivasi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. Kebutuhan dan kepentingan tersebut sifatnya esensial bagi individu itu sendiri. Jika kebutuhan dan kepentingan itu terpenuhi maka ia akan merasa puas, namun juga sebaliknya, apabila pemenuhan kebutuhan dan kepentingan itu gagal maka akan menimbulkan suatu masalah bagi dirinya pribadi serta lingkungannya.
Dengan berpegang pada prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan manifestasi pemenuhan dari kepentingan itu sendiri.
Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor pembawaan (Hereditas) dan faktor lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu. Perbedaan pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu dalam hal kepentingannya meskipun dengan lingkungan yang sama. Sebaliknya lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan individu dalam hal kepentingan meskipun pembawaannya sama.alat dalam memenuhi kepentingannya, maka kegiatan yang dilakukannya
Merujuk pada latar belakang tersebut, akhirnya penulis tertarik untuk menyusun sebuah makalah yang mengkaji mengenai tingkah laku individu dalam memenuhi kepentingan ataupun kebutuhannya, dengan judul ”Pertentangan-pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat”.

1.2 Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis mencoba m,engidentifikasikan beberapa pertanyaan yang akan dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan dan penyelesaian makalah. Diantaranya yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan ?
2. Bagaimana pengertian dari prasangka dan diskriminasi ?
3. Apa yang dimaksud dengan ethnosentrisme dam stereotype?
4. Bagaimana eksistensi dari konflik dalam kelompok ?

1.3 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu sosial dasar, tapi juga bertujuan diantaranya untuk :
1. Mengetahui yang dimaksud dengan kebutuhan
2. Mengetahui pengertian dari prasangka dan diskriminasi
3. Mengetahui yang dimaksud dengan ethnosentrisme dam stereotype
4. Mengetahui eksistensi dari konflik dalam kelompok


BAB  II
PERBEDAAN KEPENTINGAN

2.1 Pengertian
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu dan sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. Sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu di dalam manifestasi pemenuhan dari kepentingan tersebut.Secara psikologis ada 2 jenis kepentingan dalan diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis. Individu satu berbeda dengan individu yang lainya.
Berikut ini merupakan faktor perbedaan tersebut:
a. Faktor Bawaan
b. Faktor Lingkungan Sosial
Kedua faktor diatas merupakan suatu contoh faktor yang dapat menimbulkan suatu perbedaan. Perbedaan disini dibedakan atas faktor bawaan yaitu suatu faktor yang memang timbul berdasarkan faktor perasaan ataupun bawaan seorang individu dalam menyelesaikan masalahnya. Faktor yang lainnya adalah faktor lingkungan sosial yang merupakan suatu faktor yang terjadi sangat dekat dengan lingkungan sekitar kita. Sebagaimana kita tahu, lingkungan merupakan suatu tempat pendidikan yang paling dekat dengan diri setiap individu yang dapat menentukan baik tidaknya seorang individu di dalam lingkungan sosialnya.
BAB III
PRASANGKA, DISKRIMINASI DAN ETHOSENTRIS
3.1 Pengertian
Prasangka merupakan dasar pribadi seseorang yang setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudah nampak. Prasangka selalu ada pada mereka yang berpikirnya sederhana dan masyarakat yang tergolong cendekiawan, sarjana, dan pemimpin atau negarawan. Prasangka dan diskriminasi ini merupakan tindakan yang dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dalam kaitan dengan dasar kebutuhan pribadi, prasangka menunjukkan pada aspek sikap. Sedangkan untuk diskriminasi menunjukkan pada aspek-aspek tindakan.
Menurut Gordon Allproc (1958) ada 5 pendekatan dalam menentukan sebab terjadinya prasangka:
1. Pendekatan Historis
Didasarkan atas teori Pertentangan Kelas yaitu menyalahkan kelas rendah yang imperior, dimana mereka yang tergolong dalam kelas atas mempunyai alasan untuk berprasangka terhadap kelas rendah.
2. Pendekatan Sosio Kultural dan Situasional
Meliputi mobilitas sosial, konflik antar kelompok, stigma perkantoran dan sosialisasi.
3. Pendekatan Kepribadian
Teori ini menekankan kepada faktor kepriadian sebagai penyebab prasangka (Teori Frustasi Agresi).
4. Pendekatan Fenomenologis
Ditekankan bagaimana individu memandang/mempersepsikan lingkungannya, sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka.
5. Pendekatan Naive
Menyatakan bahwa prasangka lebih menyoroti objek prasangka dan tidak menyoroti individu yang berprasangka.
Etnosentrisme merupakan sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan menggunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Dan diajarkan kepada anggota kelompok secara sadar atau tidak, bersama-sama dengan nilai kebudayaan.
Stereotype merupakan suatu tanggapan dan anggapan yang bersifat jelek dan tantangan mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang/golongan lain yang bercorak negatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya subjektif.
BAB IV
PERTENTANGAN SOSIAL KETEGANGAN DALAM MASYARAKAT
4.1 Pengertian
 Konflik (Pertentangan) cenderung menimbulkan respon-respon yang bernada ketakutan atau kebencian. Konflik dapat memberikan akibat yang merusak terhadap diri seseorang, anggota kelompok. Konflik dapat mengakibatkan kekuatan yang konstruktif dalam hubungan kelompok.
Ada 3 elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik:
1. Terdapat 2 atau lebih unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat konflik.
2. Unit tersebut mempunyai perbedaan yang tajam (kebutuhan, tujuan, masalah, nilai, sikap dan gagasan).
3. Terdapat interaksi diantara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan tersebut.Terjadinya konflik bisa pada didalam diri seseorang, didalam kelompok dan didalam masyarakat.
Cara-cara pemecahan konflik :
1. Elimination
Yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, diungkapkan dengan “kami mengalah”, “kami keluar”, “kami membentuk kelompok sendiri”.
2. Subjugation/Domination
Yaitu orang/pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang/pihak lain untuk mentaatinya.
3. Majority Rule
Yaitu suara terbanyak yang ditentukan dengan voting, akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority Consent
Yaitu kelompok mayoritas yang menang, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
5. Compromise
Yaitu semua sub kelompok yang terlibat di dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
6. Integration
Yaitu pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
  • GOLONGAN-GOLONGAN YANG BERBEDADAN INTEGRASI SOSIAL
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi masyarakat dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupakan tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Bentuk Integrasi sosial
Asimilasi yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli.
Alkulturasi yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.
Faktor-Faktor terjadinya masalah sosial
1. Faktor Internal: Faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, karena biasanya timbul dari suatu perasaan yang dialami oleh seorang individu itu sendiri.
· Kesadaran diri sebagai makhluk sosial
· Tuntutan kebutuhan
· Jiwa dan semangat gotong royong
2. Faktor External: Faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri, karena biasanya timbul dari suatu masalah yang dialami oleh seorang individu itu sendiri di dalam lingkungan sosialnya.
· Tuntutan perkembangan zaman
· Persamaan kebudayaan
· Terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
· Persaman visi, misi, dan tujuan
· Sikap toleransi
· Adanya kosensus nilai
· Adanya tantangan dari luar
Syarat Berhasilnya Integrasi Sosial
1. Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.
2. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya.
  • INTEGRASI NASIONAL
Integrasi Nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Selain itu dapat pula diartikan bahwa integrasi bangsa merupakan kemampuan pemerintah yang semakin meningkat untuk menerapkan kekuasaannya di seluruh wilayah (Mahfud MD, 1993: 71).
  • Integrasi tidak sama dengan pembauran atau asimilasi.
  • Integrasi diartikan integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial.
  • Pembauran dapat berarti asimilasi dan amalganasi.
  • Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka, yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis).
  • Melalui difusi (penyebaran), di mana-mana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu.




BAB V
Contoh Kasus

Contoh Kasus:

Waspada Konflik Sosial Kasus CTB-Sintang Raya

Minggu, 31 Juli 2011 05:26

Sumber : http://disbun-kalbar.go.id

Pontianak – Konflik lahan perkebunan kembali terjadi. Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan menuai kritikan karena dianggap mengintervensi kasus hukum. Sedangkan Muda memandang persoalan tersebut lebih kepada pentingnya kondusivitas masyarakat.

“Dalam proses penyidikan yang sedang berjalan di Polres Pontianak, Bupati melalui suratnya Nomor 188/0613/HK dianggap melakukan intervensi,” ujar M Sadik Aziz, mantan Kepala Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan (Disbuhutam) KKR saat bertandang ke Graha Pena Equator, Kamis (28/7).

Intervensi yang dimaksud Sadik, terjadi karena dalam surat tersebut Muda meminta agar proses penyidikan atau proses hukum terhadap kasus PT CTB ditunda. Ia juga meminta agar kasus itu dikoordinasikan dulu kepada bupati selaku pemerintah daerah. “Ini sangat naïf sekali,” ujar Sadik.

Sadik yang menjabat sebagai Ketua Forum Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam (KPSA) Kalbar itu menceritakan secara detail kisruh PT Sintang Raya dengan PT CTB.

Menurut Sadik, PT Sintang Raya dalam melaksanakan aktivitasnya didahului dengan mendapat legalitas berupa izin prinsip pengembangan perkebunan kelapa sawit dari Bupati Kabupaten Pontianak (sebelum KKR terbentuk). Izin bernomor 503/0587/I-Bappeda tanggal 24 April 2003 itu berada di Kecamatan Kubu yang sekarang menjadi Kabupaten Kubu Raya.

PT Sintang Raya kemudian mendapatkan izin lokasi bernomor 400/02-IL/2004 tertanggal 24 Maret 2004 dan diperpanjang izin lokasi nomor 25 Tahun 2007 tanggal 22 Januari 2007 seluas 20 ribu hektar oleh Bupati Pontianak sebelum pemekaran. Setelah pemekaran, izin lokasi tersebut dibuatkan sertifikat oleh PT Sintang Raya dengan sertifikat HGU Nomor 4 atas nama PT Sintang Raya, tertanggal 5 Juni 2009 seluas 11.219 hektar oleh Kepala BPN RI.

Selain PT Sintang Raya, di tahun 2007 Bupati Pontianak waktu itu, H Agus Salim, juga menerbitkan izin lokasi PT CTB nomor 361 tertanggal 13 Desember 2007 seluas 19.950 hektar yang lokasinya berada di sekitar izin lokasi PT Sintang Raya. Mengingat izin lokasi tersebut berakhir 12 Desember 2010, Bupati Kubur Raya memberikan perpanjangan izin lokasi nomor 9 Tahun 2011 tanggal 11 Januari 2011 dengan ketentuan berlaku surut sejak 13 Desember 2010 dan berakhir 13 Desember 2011.

Dilanjutkan Sadik, setelah dimekarkan, PT CTB melengkapi perizinan yang dimilikinya berupa izin Amdal Nomor 380 tahun 2009, Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit nomor 429 tahun 2009 tertanggal 9 Desember 2009 dengan luas sekitar 6.150 hektar yang berlokasi di Kecamatan Kubu dan Kecamatan Teluk Pakedai. “Tapi IUP itu diproses oleh Kabag Hukum, bukan oleh saya selaku Kepala Disbunhutam,” kesalnya.

PT CTB juga mendapat rekomendasi gubernur tentang sesuai rencana makro pembangunan kebun di Kalbar nomor 525/50/Ekon-A tertanggal 31 Desember 2009. “Ketiga jenis surat perizinan terakhir (Amdal, IUP, dan rekomendasi gubernur) yang diperoleh PT CTB adalah cacat hukum sebagai akibat PT CTB telah melakukan aktivitas penanaman pada lahan HGU PT Sintang Raya. Luas lahan yang ditanam itu diperkirakan mencapai 1.318,40 hektar, dan dikerjakan satu tahun sebelum izin tersebut terbit,” kata Sadik.

Penanaman yang dilakukan PT CTB, lanjut dia, juga bertentangan dengan amanah undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan. “Ini juga bertentangan dengan UU nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tukas Sadik.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 20 patok bertuliskan pengumuman status quo dipasang di areal 1300 hektar di Desa Dabong, Kecamatan Kubu oleh tim penyidik Polres Pontianak, dibantu jajaran Polsek Kubu bersama-sama tim BPN perwakilan Kubu Raya, Rabu (27/7).

Pemasangan pengumuman ini karena areal tersebut masih bermasalah sehingga dinyatakan status qua agar areal tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun. Masyarakat sekitar lokasi areal diminta turut mengawasi agar tidak aktivitas perkebunan di areal yang sudah ditanami kelapa sawit seluas 500 hektar berusia kira-kira 2,6 tahun.

Areal itu ditanami sawit oleh PT Cipta Tumbuh Berkembang (CTB) yang diduga tanpa izin usaha perkebunan. Di lain pihak PT Sintang Raya mengklaim memiliki Hak Guna Usaha atas areal itu sejak 2008. (bdu)
 

BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dengan berpegang pada prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau di dalam masyarakat pada hakekatnya merupakan manifestasi pemenuhan dari kepentingan itu sendiri. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor pembawaan (Hereditas) dan faktor lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
6.2 Daftar Pustaka
2. http://saifulanwarbn.blogspot.com/2014/11/tugas-makalah-bab-viii.html
3. http://pandanwulan.wordpress.com/2011/11/29/tugas-ilmu-sosial-dasar-3/

Bagikan

Jangan lewatkan

Ilmu Budaya Dasar BAB 8
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.